Kemarin, memang seperti hari yang tak nyata. Semua terasa
abu-abu ketika pacarku menghempaskan genggaman tanganku, sambil beranjak pergi
dari hadapanku. Dia berangkat, aku disini diam. Sambil membuka handphone, aku
terus mencoba menghubunginya. Berharap akan ada satu sms balasan darinya. Atau
sudi mengangkat panggilan suaraku siang itu.
Namun, nihil ternyata. Dia tak
pernah menghiraukan semua pesan dan panggilan yang aku kirim ke handphonenya.
Yah, terasa seperti sia-sia. Biarkan saja, mungkin sejam kedepan ia akan
membalasnya. Dan setelah sekian lama aku memandangi layar handphoneku, aku
mendapati pesan teks masuk ke inbox ku. Itu dari pacarku, dan isinya dia
mencaciku habis-habisan dan pertengkaran hebat pun tak bisa dihindari.
Hasil dari pertengkaran konyol dalam pesan teks itu adalah
sebuah kata ‘putus’. Oke, aku terima. Karena memang akulah yang bersalah pada
waktu itu. Aku mencoba menguatkan hatiku. Apalah artinya cinta jika kita setiap
hari bertengkar mengurusi hal yang sebenarnya tak usah dibahaspun takkan
menghasilkan apa-apa.
Semenit berlalu, aku tak merasa apa-apa. Aku masih terfokus
pada tugas-tugas kuliahku, bahan presentasi esok hari, dan juga masalah yang
aku hadapi sebagai anak kosan yaitu tidak punya uang.
Sejam terlewati, aku masih menggunakan otakku untuk
menyelesaikan semua tugas dan sempat sibuk berinteraksi dengan dosen mata
kuliahku. Dan jam ini baik-baik saja selama aku sibuk dan tidak tahu apa-apa.
Atau bahkan mungkin, aku sempat berkamuflase sebagai orang yang sok sibuk demi
melupakan sejenak pertengkaran kami.
Malampun menjelang, aku mulai kejenuhan dengan hal yang tak
biasa ini. Aku mengajak teman-teman untuk pergi ke luar sambil nongkrong. Tidak
lain dan tidak bukan, aku hanya ingin melupakan hari yang kujalani ini.
Berharap besok datang, aku lupa kejadian kemarin, lalu aku berjalan bagai tanpa
beban. Ya, seperti hari-hari ketika aku masih kuat dibating cinta.
Aku memang sedikit gila. Ketika dulu aku putus dengan
pacar-pacarku, aku tak pernah sekalipun menangis. Bahkan ibuku pun salut
kepadaku. Aku bisa move on, easy going, namun ini beda. Aku malah tidak bisa
mengontrol emosiku. Semalaman aku bagaikan seorang yang sudah gila, tidak tidur
seharian, tidak makan minum, memberantakkan kamarku, juga lebih banyak bengong.
Semalaman aku tidak tidur dan hanya memandangi layar laptop
sambil memeluk bantal, serasa mati rasa, tak bernyawa, dan seperti mimpi buruk.